RULE OF LAW DAN HAK ASASI MANUSIA
A. Pengertian Rule Of Law dan Negara HUkum
Pengertian Rule
Of Law dan Negara Hukum pada hakikatnya sulit dipisahkan. Ada sementara pakar
mendeskripsikan bahwa pengertian negara hukum dan Rule Of Law itu hampir dapat
dikatakan sama, namun terdapat pula pakar lain yang menjelaskan bahwa meskipun
antara negara hukun dan rule of law tidak dapat dipisahkan namun masing-masing
memiliki penekanan masing-masing. Menurut Philipus M. Hadjon misalnya bahwa
negara hukum yang menurut istilah bahasa belanda rechtsstaat lahir dari suatu
perjuangan menentang absolutisme, yaitu dari kekuasaan raja yang
sewenang-wenang untuk mewujudkan negara yang didasarkan pada suatu peraturan
perundang-undangan. Oleh karna itu dalam proses perkembangnnya rechtsstaats itu
lebih memiliki ciri yang lebih
revolusioner.
Oleh karna itu
menurut Friedman, antara pengertian negara hukum atau rechtsstaats dan rule of
law sebenarnya saling mengisi (Friedman, 1960: 546). Oleh karna itu berdasarkan
bentuknya sebenarnya rule of law adalah kekuasaan publik yang diatur secara
legal oleh krna itu setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam makna
pengertian tersebut termasuk dalam negara mendasarkan pada rule of law.
Munculnya
keinginan untuk melakukan pembatasan yuridis terhadap kekuasaan. Pada dasarnya
disebabkan politik kekuasaan cenderung korup. Hal ini dikhawatirkan akan
menjauhkan fungsi dan peran negara bagi kehidupan individu dan masyarakat. Atas
dasar pengertian tersebut maka terdapat keinginan yang sangat besar untuk
melakukan pembatasan terhadap kekuasaan secara normatif yuridis untuk
menghindari kekuasaan yang dispotik (Hitchvier, 1981:69).
Carl J.
Friedrich dalam bukunya konstitusional goverment and democracy : Theory and
practice in eorupe and america. Memperkenalkan istilah negara hukum dengan
istilah rechtsstaat atau contitutionalstaat. Demikian juga tokoh lain yang
membahas rechtsstaat adalah Friedrich J. Stahl.
Bagi negara
Indonesia ditentukan secara yuridis formal bahwa negara Indonesia adalah negara
yang berdasarkan atas hukum. Hal itu tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea
IV, yang secara ekspilisit dijelaskan bahwa "...maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara
Indonesia..." hal ini mengandung arti bahwa suatu keharusan negara
Indonesia yang didirikan itu berdasarkan atas Undang-Undang Dasar Negara.
Dalam negara
hukum yang demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri
dibangun dan ditegakan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karna prinsip
supremasi hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berdasar dari
kedaulatan rakyat.
Prinsip-Prinsip Rule Of Law
Sebagai mana
dijelaskan didepan bahwa pengertian rule of law tidak dapat dipisahkan dengan
pengertian negara hukum rechtsstaat. Meskipun demikian dalam negara yang
menganut sistem rule of law harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas, terutama
dalam hubungannya dengan realisasi rule of law itu sendiri. Menurut Albert Venn
Dicey dalam "Introduction to the law of the contitution",
memperkenalkan istilah rule of law yang secara sederhana diartikan sebagai
suatu keteraturan hukum.
Suatu Hal yang
harus diperhatikan bahwa jikalau dalam hubungan dengan negara hanya berdasarkan
prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara hukum formal,
yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif.
Gagasan baru
inilah yang kemudian dikenal dengan welvaartstat, verzorgingstaat, welfare state,
social service state, atau negara hukum materal. Perkembangan baru inilah yang
kemudian menjadi rasional d'entre untuk melakukan revisi atau bahkan melengkapi
pemikiran Dicey tentang negara hukum formal.

Secara praktis,
pertemuan ICJ di bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisi rule of law dalam
kehidupan bernegara selain itu melakukan pertemuan tersebut telah digriskan
bahwa disamping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula adanya hak-hak
sosial dan ekonomi, sehingga perlu dibentuk standar-standar sosial ekonomi.
Komisi ini merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah rule
of law yang dinamis.
Gambaran ini
mengukuhkan negara hukum sebagai walfare state, karna sebenarnya mustahil
mewujudkan cita-cita rule of law sementara posisi dan peran negara sangat
minimal dan lemah. Atas dasar inilah kemudian negara diberikan keleluasaan
dankemerdekaan bertindak atas dasar inisiatif parlemen.
B. Hak Asasi Manusia
Hak Asasi
Manusia sebagai gagasan, paradigma serta kerangka konseptual tiidak lahir
secara tiba-tiba sebagaimana kita lihat dalam "universal declaration of
human right" 10 Desember 1948. Namun melalui suatu proses yang cukup
panjang dalam sejarah peradaban manusia. Dari perspektif sejarah deklarasi yang
ditanda tangani oleh Majelis umum PBB dihayati sebagai suatu pengakuan yuridis
formal dan merupakan titik kulminasi perjuangan sebagian besar umat manusia
dibelahan dunia khususnya yang bergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa.
Pada zaman
Yunani kuno Plato telah memaklumkan kepada warga polishnya, bahwa kesejahteraan
bersama akan tercapai manakala setiap warganya melaksanakan hak dan
kewajibannya masing-masing. Dalam akar kebudayaan Indonesiapun, pengakuan serta
penghormatan masyarakat tentang hak asasi manusia telah mulai berkembang,
misalnya dalam masyarakat jawa telah dikenal tradisi "Hak Pepe" yaitu
hak warga desa yang diakui dan dihormati oleh penguasa. Seperti Hak mengemukakan
pendapat, walaupun hak tersebut, bertentangan dengan kemauan hak penguasa (baul
dan beny,1988: 3).
Puncak
perkembangan hak-hak asasi manusia tersebut yaitu ketika "Human
Right" itu pertama kalinya dirumuskan secara resmi dalam "declaration
of independen" Amerika Serikat pada tahun 1776. Dalam deklarasi tersebut
tertanggal 4 Juli 1776 dinyatakan bahwa seluruh umat manusia dikaruniai oleh
Tuhan yang Maha Esa beberapa hak yang tetap dan melekat padanya.
Perjuangan hak
asasi manusia tersebut sebernya telah diawali Prancis sejak Rousseau, dan
perjuangan itu memuncak dalam revolusi Prancis, yang berhasil menetapkan
hak-hak asasi manusia dalam "declaration des droids L homme et du
citoyen" yang ditetapkan oleh Assemblee nationale, pada 12 Agustus 1789 (Assaiddiqie,
2006: 90).

Dalam rangka
konseptualisasi dan reinterpretasi terhadap hak-hak asasi yang mencakup
bidang-bidang yang lebih luas itu. Franklin D. Roosevelt presiden Amerika pada
permulaan abad ke-20 memformulasikan 4 macam hak-hak asasi manusia yang dikenal
dengan The Four Freedom.
1.Freedom of
speech
2. Freedom of
religion
3.Freedom from
fear
4. Freedom from
want
Doktrin tentang
hak-hak asasi manusia sekarang ini sudah diterima secara universal sebagaimana
moral, political, legal fremework and as a guadline. Dalam membangun dunia yang
lebih damai dan bebas dari ketakutan dan penindasan serta perlakuan yang tidak
adil.
Namun demikian
dikukukannya naskah universal of declaration of human right ini, ternyata tidak
cukup mampu untuk mencabut akar-akar penindasan di berbagai negara. Oleh karna
itu PBB secara terus menerus berupaya untuk memperjuangkannya. Akhirnya kurang
lebih delapan tahun kemudian PBB berhasil melahirkan Convement on econimc,
social and cultral dan Convement on civil and political right (assaiddiqie,
2006: 92).
C. Penjabaran Hak-Hak Asasi Manusia Dalam Undang-Undang Dasar 1945
Hak-Hak Asasi
manusi sebenarnya tidak dapat dipisahkan dengan pandangan filosofis tentang
hakikat manusia yang melatarbelakanginya. Menurut pandangan Filsafat bangsa Indonesia
yang terkandung dalam Pancasila hakikat manusia adalah "moropluralis"
susunan kodrat manusia adalah jasmani-rohani atau raga dan jiwa. Sifat kodrat
manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Serta kedudukan kodraat
manusia adalah sebagai makhluk pribadi berdiri sendiri dan sebagai makhluk
Tuhan yang Maha Esa. Yang tertuang dalam UUD1945 hal ini juga telah ditekankan
oleh the founding fathers bangsa Indonesia, misalnya pernyataan Moch.Hatta
dalam sidang BPUPKI sebagai berikut : "Walaupun yang dibentuk itu negara
kekeluargaan, tetapi masih perlu ditetapkan beberapa hak dari warga negara,
agar jangan sampai timbul negara kekuasaan atau machtstaat atau negara penindas
(Yamin 1959: 207)."
Deklarasi
bangsa Indonesia pada prinsipnya terkandung dalam pembukaan UUD 1945 dan
pembukaan inilah yang merupakan sumber normatif bagi hukum positif Indonesia
terutama penjabarannya dalam pasal-pasal UUD 1945. Pernyataan berikutnya pada
alinea 3 UUD 1945 yang berbunya : "Atas berkat Rahkmat Allah yang Maha Kuasa
dan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang
bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaanya".
Pernyataan
tentang "Atas berkat Rakhmat Allah yang Maha Kuasa....." mengandung
arti bahwa dalam deklarasi bangsa Indonesia terkandung pengakuan bahwa manusia
adalah sebagai makhluk Tuhan yang Maha Kuasa.